Indonesia merupakan salah satu negara yang paling konsumtif dalam menggunakan bahan bakar minyak. Berdasarkan data yang dilansir oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terungkap fakta bahwa saat ini Indonesia mengalami defisit minyak bumi sebesar 608.000 barrel per hari. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, produksi total minyak yang dihasilkan dari seluruh kilang di Indonesia adalah sekitar 1.157,1 MBCD. Nilai tersebut merupakan gabungan produksi dari seluruh kilang minyak di Indonesia, baik milik negara maupun swasta.
Meski demikian, karena produksi bahan bakar minyak lebih rendah dan kebutuhan minyak yang tinggi, pada akhirnya mengharuskan pemerintah untuk melakukan skema impor BBM. Namun di sisi lain skema ini ternyata membuat pemerintah dilema. Pasalnya pemerintah harus merogoh kocek yang dalam sehingga dapat membebani APBN.
Impor bahan bakar minyak mengharuskan pemerintah membeli minyak menggunakan harga minyak dunia. Namun demikian pemerintah tidak mungkin menjualnya kepada masyarakat dengan harga tersebut, karena akan membebani masyarakat. Dan untuk itu pada akhirnya pemerintah mengambil langkah subisi BBM. Selama masa pemerintahan SBY, total subsidi untuk BBM mencapai Rp 1.258.8 triliun, dengan volume kouta BBM sebesar 422,21 juta kilo liter
Agar tidak terlalu membebani APBN, pemerintahan pada akhirnya memilih kebijakan yang tidak populis yakni menaikan harga BBM. Selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia SBY tercatat sudah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebanyak 4 kali. Namun, pada periode yang sama SBY juga telah menurunkannya sebanyak 3 kali.
Kebijakan ini tentunya mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan, dan kebanyakan bernada negatif. Dan untuk mengantisipasinya, pemerintah pada akhirnya menetralkan keadaan dengan memberikan kompensasi. Beberapa kompensasi telah diterapkan oleh pemerintahan SBY terkait kenaikan harga BBM..