Hamli tak pernah mengira, keputusannya untuk menerima beasiswa pemerintah Belanda demi melanjutkan sekolah ditentang oleh orangtuanya. Orangtua yang justru dia harapkan akan mendukung sepenuh hati. Namun, adat Minang yang mengikat erat ternyata membelenggu cita-citanya.
Hamli pun kemudian memutuskan untuk melanggar adat, merantau demi ilmu. Dan ketika dalam perantauan dia bertemu dengan mojang Priangan yang menawan hatinya, pilihan getir terpaksa harus diambil. Hamli rela “dibuang” oleh adat dan orangtua demi cintanya.
Kisah semiautobiografi Marah Rusli ini adalah salah satu karya klasik yang hilang dari ranah sastra Indonesia. Siapa mengira bahwa sang sastrawan besar, Marah Rusli, menyimpan kisah cinta yang sedemikian menyentuh dan abadi? Melalui Memang Jodoh, Marah Rusli sekali lagi mempersembahkan sebuah warisan berharga bagi dunia sastra Indonesia.
... sumber berharga untuk memahami berbagai isu sosial
yang menjadi latar sebagian besar novel karya sastrawan Minang ....
—Sapardi Djoko Damono
Marah Rusli, yang menancapkan tonggak kebudayaan dengan Sitti Nurbaya pada 1922, menancapkan tonggak berikutnya, melalui Memang Jodoh. Lebih dari 50 tahun terpendam, kini terbuka sebagai harta karun yang memperkaya wacana Indonesia.
—Seno Gumira Ajidarma