Sugih tanpo bondo(Kaya tanpa harta)
Digdoyo tanpo aji(Tak terkalahkan tanpa kesaktian)
Nglurugtanpo bolo (Menyerbutan papasukan)
Menang tanpo ngasorake(Menang tanpa merendahkan)
Trimah mawi pasrah(Menerima juga pasrah)
Suwung pamrih tebihajrih(Jika tanpa pamrih tak perlu takut)
Langgeng tan onosusah tan onobungah(Tetap tenang meskipun ada duka dan suka)
Anteng mantheng sugeng jeneng(Tidak macam-macam membuat nama baik terjaga)
Lahir di pedalaman Jepara, dari seorang ibu biasa namun mengalir darah ningrat dari bapaknya. Hanya selisih dua tahun dari adiknya, Kartini, benang kehidupannya seakan melipir sunyi. Ketika sejarah mencatat dengan tinta emas Kartini, ia memilih jalannya sendiri sebagai poliglot, penguasa 26 bahasa asing dan 10 bahasa Nusantara. Meskipun puluhan tahun bersekolah di Belanda dan mengembara ke Eropa, ia tetap mencintai bangsanya dan tak sudi menghempaskan nilai-nilai pribumi. Dengan tanda dia berkata saat berpidato di Kongres Bahasa dan Sastra Belanda ke-25 di Gent, Belgia, pada September 1899: “Dengan tegas saya menyatakan diri saya sebagai musuh dari siapa pun yang akan membikin kita (HindiaBelanda) menjadi bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan menginjak-injak tradisi serta adat kebiasaan kita yang luhur lagi suci. Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya tantang!”
Sosrokartono, pelajar pertama dari bangsa Hindia di Negeri Kompeni, wartawanperangDunia I yang saratmisteri, hingga pulang ke tanah air demi mengabdikan hidupnya untuk sesama anak negeri. Sejak menginjakkan kaki pertama di bumi pertiwi, tokoh-tokoh muda pergerakan dan anak-anak emas pada zamannya, salah satunya Bung Karno, menjadikannya guru politik dan spiritual.
Endorsement:
“Akhirnya terbit juga buku penjelasan-bercerita tentang Sugih Tanpo Bondo, lagu yang saya kompos atas dasar lirik dari R.M.P. Sosrokartono, kakak kandung R.A. Kartini. Kini bolehlah secara gede rasa saya sebut bahwa telah terbit buku yang memang diterbitkan semata-mata untuk menjelaskan makna lirik lagu tersebut. Novel 369 halaman karya Aguk Irawan M.N. ini menjelaskan dengan perbuatan, dengan laku yang dilakoni sendiri oleh penulis syairnya.”
—SujiwoTejo, dalang dan penulis buku Megabestseller Tuhan Maha Asyik