Awalnya kehidupanku berjalan begitu saja tanpa arah tujuan yang pasti. Dengan rutinitas keseharian yang menjenuhkan, hidup berdasarkan syariat Islam tanpa kuresapi dengan bersungguh-sungguh. Aku pun berpikir, untuk apa semuanya itu? Kalau kita tak pernah mengetahui kebenaran, kalau bukan dari kita sendiri yang mencari kebenaran itu dengan hati tulus dan ikhlas. Ada apa sebenarnya dengan keadaan ini? *** Sepotong ketupat dan secangkir teh adalah ungkapan terdalamku, bagaimana Islam yang bernafaskan Indonesia telah membesarkanku dan Zen yang mempertemukanku kembali dengan Islam yang pernah kuragukan dan kupertanyakan kebenarannya. Selama memelajari Zen dan 5 tahun menjadi bhiksu di Plum Village, akhirnya aku menemukan hanya Islamlah satu-satunya agama yang dapat meluruhkan semua keraguanku.
“Aku hanya mendengarkan suara hatiku yang sebenarnya aku sendiri takbegitu yakin apakah benar itu suara hati atau hanya bentuk kegelisahan besar yang melandaku,” (hal. 127).
Sebagian besar di antara kita sering mendengar suara hati kita yang seringkali hanya sayup-sayup. Hanya mereka yang tak kenal lelah terus mencari kesejatian diri akan berani mengikuti suara hatinya.
––BrigittaIsworoLaksmi, WartawanKompas
Penulis mempunyai keberanian, sikap, dan keteguhan hati yang kuat untuk berkelana mencari makna ‘selaras dengan alam’. Tidak banyak anak muda yang bernyali seperti dia. Saya banyak berguru padanya. Darinya saya belajar ‘kemerdekaan spiritual’. Salut!
––Muhammad Mukhlisin, AktivisPerdamaianLintas Agama,
KepalaSekolah Guru Kebinekaan
Jangan-jangan, kegelisahan terhadap keislaman yang digambarkan Zaim dengan gamblang, justru dialami banyak orang––hanya saja mereka tidak berani mengungkapkannya terang-terangan. Pada titik inilah buku ini merupakan bacaan sangat penting––sedikitnya untuk memberanikan kita untuk mencoba mencari respons yang paling jujur mengenai keimanan kita sendiri-sendiri.
––Debra H Yatim, Jurnalis, Aktivis Sosial diBidang Pemberdayaan Wanita, Seni, dan Budaya.
Buku yang pasti akan asyik dibaca oleh mereka yang tertarik pada laku spiritual. Zaim, sang penulis, berkisah tentang perjalanan hidupnya yang unik. Kita akan melihat dengan jelas bahwa tekadnya begitu kuat sehingga bisa terkesan ia itu nekad dan melawan arus. Melampaui pewarisan ego dari dua kubu leluhur yang berpotensi saling membenci, pengagum Gus Dur ini menemukan spiritualitas sejati yang membawa cinta kasih tanpa batas serta kedamaian bagi semua.
––BiksuDharmavimala, WakilKepalaEkayana Buddhist Centre