Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.
Aku pernah mengutuki diri,
menyalahkan putusan yang pernah kuambil, dan
merasa bodoh tak dapat memprediksi akhir yang menyakitkanku.
Penyesalan itu pula yang membuatku trauma, menutup diri,
dan selalu memandang segala hal dari sudut pandang yang buruk.
Sampai akhirnya, aku tersadar, bahwa ada cara yang lebih arif.
Cara yang dapat membuatku mengikhlaskan masa lalu,
cara yang dapat membuatku memaafkan diriku sendiri,
dan, cara yang dapat membuatku berharap akan masa depan.
Sebab aku sadar, hidupku masih berlanjut, aku harus menyambut,
bukan menghindarinya.