Mungkin kau akan iri padaku, pada kesuksesanku di New York, pada sempurnanya persahabatanku di sekolah. Jadwal manggung di kafe nggak pernah berhenti, on-air di radio terus bermunculan, konser-konser besar dengan lampu sorot yang menyilaukan mata selalu kulakukan, tetapi aku masih bercengkrama dengan manis bersama teman-temanku. Ajaib bukan?
Kalau kau mau iri sepenuh mati pun, aku pasti mengerti. Mengapa? Karena aku pun iri padamu. Pada kehidupan sederhanamu, pada jadwal bermainmu yang luang, pada waktu-waktu senggangmu yang tampak menyenangkan, pada kenyataan bahwa kau tidak perlu memikirkan hari ini akan menyanyi di mana.
Lima tahun terakhir, hidupku terasa melelahkan. Ibuku terus-menerus memforsirku. Dan, aku kangen pada ayahku. Semuanya berubah ketika Peter bilang bahwa dia melihat ayahku disandra, di sebuah pegunungan terpencil di Jepang, dengan life support yang membuat miris. Masa, sih? Ayahku kan sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu?